Senin, 16 Juni 2014

Berburu Beasiswa !!!!!!!

BEASISWA DATAPRINT

2010 >>> Perjuangan mencari beasiswa kuliah
2010 - 2014 >>>> perjuangan mencari biaya hidup selama kuliah
2014 >>>> Perjuangan mendapatkan beasiswa Tugas Akhir untuk kelulusan

daaaaan.. KESEMPATAN mendapatkan beasiswa selaluu adaaa.......
salah satunyaaaa dibawah ini^^ ..

Program beasiswa DataPrint telah memasuki tahun keempat. Setelah sukses mengadakan program beasiswa di tahun 2011 hingga 2013, maka DataPrint kembali membuat program beasiswa bagi penggunanya yang berstatus pelajar dan mahasiswa.  Hingga saat ini lebih dari 1000 beasiswa telah diberikan bagi penggunanya.
Di tahun 2014 sebanyak 700 beasiswa akan diberikan bagi pendaftar yang terseleksi. Program beasiswa dibagi dalam dua periode. Tidak ada sistem kuota berdasarkan daerah dan atau sekolah/perguruan tinggi. Hal ini bertujuan agar beasiswa dapat diterima secara merata bagi seluruh pengguna DataPrint.  Beasiswa terbagi dalam tiga nominal yaitu Rp 250 ribu, Rp 500 ribu dan Rp 1 juta. Dana beasiswa akan diberikan satu kali bagi peserta yang lolos penilaian. Aspek penilaian berdasarkan dari essay, prestasi dan keaktifan peserta.
Beasiswa yang dibagikan diharapkan dapat meringankan biaya pendidikan sekaligus mendorong penerima beasiswa untuk lebih berprestasi. Jadi, segera daftarkan diri kamu, klik kolom PENDAFTARAN pada web ini!
Pendaftaran periode 1 : 7 Februari – 30 Juni 2014
Pengumuman                : 10 Juli 2014

Pendaftaran periode 2   : 1 Juli – 31 Desember 2014
Pengumuman                : 12 Januari 2015

PERIODE
JUMLAH PENERIMA BEASISWA
@ Rp 1.000.000@ Rp 500.000@ Rp 250.000
Periode 1
50 orang
50 orang
250 orang
Periode 2
50 orang
50 orang
250 orang
For more info .. kunjungi ajaaa yaa link dibawah ini...

Sabtu, 07 Juni 2014

ESSAY
TRANSFORMASI HIJAB DI KALANGAN GENERASI MUDA INDONESIA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN STATUS STRATA SOSIAL
Dalam tema ;
“Budaya Arab yang di serap di Indonesia”


Oleh :
Aminah Islamiyah








“Budaya” satu kata yang mencangkup segala aspek dalam kehidupan manusia. Prinsip dan implikasi di setiap Negara tidak akan terlepas dari pengaruh interaksi dengan Negara lain, baik prinsip berupa keyakinan, agama maupun suatu hal yang sifatnya hanya sebagai pelengkap kehidupan itu sendiri. Dengan kata lain, globalisasi akan senantiasa menghasilkan akulturasi yang terlahir di tengah-tengah masyarakat terutama di Indonesia. Seperti halnya sejarah Indonesia yang menyatakan bahwa permulaan dari terbentuknya sebuah Negara Indonesia ini adalah dimulai dari adanya interaksi atau kunjungan manusia/bangsa dari Negara-negara lain. Terlepas dari berbagai macam motif dan tujuan kunjungan bangsa-bangsa tersebut, tentunya masyarakat Indonesia secara alamiahnya terbentuk  dengan berbagai macam pengaruh dari bangsa-bangsa luar tersebut, termasuk dalam prinsip berpakaian. Sebelum masyarakat Indonesia mengenal akan islam, hijab dan jilbab, mereka menjalani kehidupan sesuai dengan konsep non-islam yang mereka ketahui, seperti halnya dalam pakaian berupa hijab, wanita pada masa itu tepatnya 1400 M atau 6 abad yang lalu memang sudah mengenal pakaian penutup kepala dan itu tentunya hanya bermakna sebagai penutup kepala berupa selendang atau kain yang hanya dilampirkan diatas kepala atau bahkan mereka sanggulkan di punggung mereka. Akan tetapi, setelah bangsa Arab mengunjungi Indonesia melalui wilayah barat Nusantara dan sekitar Malaka, maka masuklah ajaran-ajaran Islam dan kebudayaannya di tengah masyarakat Indonesia, terutama dalam prinsip berpakaian pada wanita muslimah.
Pada dasarnya Islam memiliki prinsip berpakaian yang sangat detail pada wanita muslimah, dimana wanita muslimah diwajibkan untuk menggunakan hijab dengan berbagai aturan yang mengindikasikan kepada kesopanan, kerapihan, kehormatan dan ketaatan pada Alloh SWT.  Jilbab/kerudung sebagai penutup kepala merupakan salah satu bagian terpenting dalam pakaian Islam yang memiliki perintah tersendiri dalam Al-Qur’an Surat An-Nur ayat 31 :
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka …..”.
Ini merupakan perintah Alloh kepada wanita beriman untuk menggunakan kerudung (penutup kepala) dengan aturan hingga menutup dada mereka. Masih sangat banyak ayat lain dalam al-qur’an yang menyatakan perintah akan menutup aurat dengan hijab, jilbab dan kerudung.
Melalui perkembangan jaman, khususunya di Indonesia saat ini sudah menjadi suatu hal yang sangat lumrah ketika kita melihat kaum wanita siapapun, dimanapun, dan kapanpun dapat menggunakan jilbab/kerudung ini. Bahkan melalui perkembangan jaman pula, istilah jilbab/kerudung di Indonesia telah mengalami pergantian istilah menjadi “hijab”. Pada tahun 2000an ini, media elektronik telah menjadi senjata utama penyebar istilah “hijab” sebagai bagian dari pakaian penutup kepala. Hijab merupakan istilah bahasa arab yang artinya “penghalang” atau “penutup”. Biasanya yang paling umum terlihat di masjid-masjid, sebagai penghalang ataupun pembatas antara jamaah laki-laki dan perempuan. Apapun yang membatasi ataupun menutupi antara laki-laki dan perempuan maka disebut hijab. Selain itu, beberapa ulama juga menyimpulkan bahwa hijab merupakan batasan yang dibuat antara laki-laki dan perempuan, mulai dari pakaian, sikap, tingkah laku, sampai dengan pikiran. Sehingga sebenarnya, istilah hijab tidak mengacu pada salah satu jenis kelamin tertentu. Akan tetapi, perubahan makna yang berkembang di masyarakat Indonesia nampaknya telah terjadi. Hijab seringkali lebih diidentikan dengan jilbab atau kerudung. Hijab lebih mengacu pada pakaian. Selain itu, hijab juga lebih terkonstruksi menjadi sebuah jenis fashion.
Penggunaan kerudung yang merajalela sejak munculnya demam ayat-ayat cinta dan film maupun novel bernafaskan islam lainnya dan menggunakan kata “hijab” sebagai wanita pengguna kerudung, menyebabkan timbulnya pengertian baru dari istilah hijab ini. Hijab mengalami penyempitan makna. Hal ini juga terlihat terutama dalam majalah-majalah fashion hijabers maupun blog-blog hijabers yang menampilkan segudang tutorial berkerudung dan desain-desain dari hijab itu sendiri. Melalui media-media ini maka kita akan sangat mudah menemukan mayoritas wanita di Indonesia saat ini menggunakan hijab (dalam hal ini kerudung) dengan sejuta gaya dan model yang menurut mereka sesuai dengan gaya/tren yang saat ini sedang terkenal. Mereka yang beragama islam mayoritas menggunakan jilbab, terlihat jelas  di sekolah-sekolah, kampus-kampus, kantor-kantor pemerintahan bahkan di dunia entertaiment dan di tengah masyarakat kelas sosialita sekalipun. Hal ini mengakibatkan hijab bukanlah menjadi suatu barang yang khusus lagi melainkan menjadi suatu hal yang lumrah. Lalu muncul cara berjilbab (berhijab) yang mengikuti fashion. Hal ini muncul sebagai modifikasi dari cara memakai jilbab yang syar’i menurut islam atau bisa dikatakan konvensional. Para pengguna jilbab (hijab) model inilah yang menyebut dirinya sebagai Hijabers. Akibatnya, bias persepsi secara kognitif pun terjadi. Masyarakat umum lebih mengartikan hijab sebagai model jilbab yang trendi atau mengikuti gaya yang ada, tidak lagi seperti arti harfiahnya. Istilah hijab pun akhirnya menjadi semakin umum akan tetapi dengan makna yang bias dari arti sebenarnya.
Desainer-desainer hijab, hijab bloger dan public figure saat ini telah menjadi inspirator utama bagi mayoritas wanita di Indonesia dalam mengenakan hijab. Para inspirator tersebut memadu-padankan berbagai mode atau gaya fashion busana luar negeri dengan hijab di Indonesia, tentunya dari Negara Eropa yang masih menjadi trend satter fashion saat ini dan juga dari Negara Timur Tengah yang memiliki identitas budaya keislaman yang sangat kental. Walaupun tentunya juga, kita dapat mengakui bahwa Indonesia memang sangat berpotensi menjadi trend satter moslem fashion di dunia kelak pada tahun 2020 nanti sesuai dengan yang direncanakan oleh pemerintah Indonesia bersama hijabers Indonesia. Padu-padanan kreatifitas gaya hijab ini melahirkan berbagai macam bentuk dan gaya hijab yang mengalami akulturasi sehingga juga melahirkan banyak nilai yang dapat diserap oleh prespektif masing-masing. Penyerapan budaya fashion Eropa ini terlihat dari desain-desain hijab yang bermotif glamour, warna-warni, cerah dan tentunya stylish, dan Dian Pelangi adalah salah satu desainer hijab yang menerapkan gaya hijab ini. Sedangkan gaya hijab Timur Tengah yang lebih dikenal dengan karakteristik mewah, gold dan tentunya elegant ini juga banyak diserap oleh desainer Indonesia salah satunya yaitu Jenahara.
Karena sebagian besar gaya berbusana para muslimah Hijabers berkiblat dari budaya luar yang disebar oleh media elektronik dan media massa seperti sosial media atau jejaring sosial, majalah elektronik dan lain sebagainya. Atas kehendak media pula lah, gaya hijabers ini menjadi gaya nasional masa kini yang kemudian fenomena ini disebut budaya popular untuk fashion style.
Menurut Strinati (Bing Tedjo, 2007) mengemukakan bahwa budaya populer adalah budaya yang lahir atas kehendak media. Artinya, jika media mampu memproduksi sebuah bentuk budaya, maka publik akan menyerapnya dan menjadikannya sebagai sebuah bentuk kebudayaan. Populer yang dibicarakan disini tidak terlepas dari perilaku konsumsi dan determinasi media massa terhadap publik yang bertindak sebagai konsumen.
Untuk mempermudah penyebarluasan tren hijab ini, hijabers ini juga membuat sebuah komunitas-komunitas yang dinamakan Hijabers Community. Komunitas-komunitas ini melahirkan identitas sosial yang berbeda dengan pengguna hijab pada umumnya (non-komunitas). Hasil penelitian Rima Hidayati (2012) dalam Komunitas Hijabers Makassar,  Komunitas Hijabers menggambarkan identitas mereka yang ekslusif,  konsumtif dan komersial.
- Identitas yang ekslusif, karena mereka memiliki  image tersendiri serta berupaya membentuk keunikan mereka dengan gaya hidup, penggunaan bahasa, tempat pilihan serta kegiatan rutin tertentu.
Identiitas konsumtif, karena kebiasaan pilihan-pilihan tempat berkumpul serta bersantai mereka adalah tempat untuk kalangan menengah keatas yang arti tempat dimana segala barang atau makanan yang dijajakan tidaklah murah.
- Identitas komersial, dikarenakan program-program komunitas ini dianggap mengesampingkan sisi religiutas agama dengan menggelar event bergengsi seperti fashion show untuk wanita berjilbab, kegiatan show off  bukanlah yang bukan dilandasi nilai religius. Secara ekonomi, untuk menjadi anggota yang aktif dan mengikuti program komunitas Hijabers tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Dengan ketiga identitas ini cukup menggolongkan komunitas hijabers ini secara sendirinya termasuk dalam kelas sosial yang tinggi dan memiliki status sosial tersendiri. Sosiolog Prancis Pierre Bourdieu (Gidden, 2005) melihat kelompok kelas dapat diidentifikasi menurut tingkat mereka bervariasi dari modal budaya dan ekonomi. Ia menilai bahwa individu saat ini tidak lagi membedakan diri menurut faktor ekonomi saja akan tetapi juga menurut selera budaya dan perburuan kesenangan. Bagi Giddens, hal ini ada kaitannya dengan faktor-faktor budaya seperti pola gaya hidup dan konsumsi. Identitas individu disusun untuk tingkat yang lebih besar sekitar pilihan gaya hidup - seperti cara berpakaian, cara makan, cara merawat tubuh seseorang, tempat untuk bersantai - dan kurang lebih sekitar indikator kelas tradisional seperti pekerjaan.
Stratifikasi dalam kelas atau antar kelas tidak lagi tergantung hanya pada perbedaan ekonomi akan tetapi juga cenderung terletak pada perbedaan dalam konsumsi dan gaya hidup. Hal ini didasarkan pada tren dalam masyarakat secara keseluruhan. Ekspansi yang cepat dari ekonomi jasa dan industri hiburan dan rekreasi, misalnya mencerminkan peningkatan penekanan pada konsumsi di negara-negara industri. Masyarakat modern telah menjadi masyarakat konsumen, yang sengaja diarahkan untuk perolehan barang material.
Dengan adanya status sosial yang tertera pada hijabers inilah yang membuat banyak wanita di Indonesia berusaha untuk mencapai lingkungan tersebut dengan menggunakan hijab sebagai “alat” kunci masuk strata sosial tersebut. Saat ini, bisa kita temukan dengan mudah siswi-siswi sekolah, mahasiswi-mahasiswi, dan wanita muslimah di Indonesia yang banyak merelakan uangnya untuk mereka belikan berbagai macam hijab yang motif dan gayanya sudah tak terhitung lagi kreatifnya. Muslimah-muslimah ini mencoba mempercantik penampilannya dengan pakaiannya sehingga dapat dinilai sebagai “hijabers” oleh lingkungan mereka dan juga hanya sekedar untuk mendapatkan kesan stylish/fashionable sesuai fenomena hijabers yang mereka lihat dari media-media elektronik.
Upaya menaikkan strata sosial secara naluriah ini memang tidak nampak pada kasat mata ummu di kalangan masyarakat, karena usaha menaikkan strata sosial merupakan aktifitas individu yang sifatnya akan langsung berhubungan dengan niat manusia tersebut. Oleh karena itu, eksistensi dan komitmen penggunaan hijab akan selalu terikat dengan hati para penggunanya, karena setiap hijaber pada dasarnya pasti mengetahui apa alasan/motif ia menggunakan hijab tersebut. Yang menjadi pertanyaan dunia adalah, apakah kelak ketika hijab fashion di dunia telah mengalami masa redup dan jatuh pada kelunturan strata sosial, wanita di dunia khususnya muslimah di Indonesia masih akan mengejar tren hijab dan mengenakan hijab dalam kehidupan mereka?. Jawaban dari pertanyaan ini hanya waktu yang akan membuktikannya kelak.
Pada akhirnya, tren fashion busana memang tidak bisa manusia hindari, akan tetapi keyakinan akan prinsip hidup-pun adalah kunci utama tujuan hidup manusia sehingga dalam setiap sikap yang manusia ambil di kehidupannya pastinya harus berdasarkan prinsip keyakinan manusia tersebut, dalam hal ini hijab sebagai pakaian dan islam adalah agama yang sempurna telah memiliki petunjuk yang sangat jelas dan tepat mengenai hijab (kerudung) dan cara penggunaannya.
Upaya meningkatkan status strata sosial oleh konsumen media yang mayoritas merupakan generasi muda saat ini juga mengakibatkan terjadinya degradasi keimanan dan mengikisnya nilai syari’at pada konsep hijab wanita muslimah. Tentunya hal ini menggambarkan fenomena miris dalam hal konsistensi syari’at islam yang dialami oleh kaum muslim khususnya di Indonesia.
Sebagai genarasi muslim yang berstatus akademis intelektual, selayaknya kita dapat secara perlahan turut memperbaiki dan menata kembali paradigma masyarakat mengenai konsepsi hijab yang sebenarnya sesuai dengan ajaran Islam. Usaha ini dapat dilakukan dengan menyebarluaskan konsep hijab syar’i melalui teknik entrepreneur dengan menggunakan semua media sebagai alat utama dan menjadikan konsep hijab syari menjadi budaya popular dan dapat di terima oleh masyarakat khususnya wanita Muslimah di Indonesia.













REFERENSI ESSAY

-          Hardiyanti, Rima. (2012) THE COMMUNITY OF CONTEMPORARY VEIL “HIJABERS” IN MAKASSAR CITY. Universitas Hasanudin; Makasar .





 ESSAY
TRANSFORMASI HIJAB DI KALANGAN GENERASI MUDA INDONESIA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN STATUS STRATA SOSIAL
Dalam tema ;
“Budaya Arab yang di serap di Indonesia”


Oleh :
Aminah Islamiyah








“Budaya” satu kata yang mencangkup segala aspek dalam kehidupan manusia. Prinsip dan implikasi di setiap Negara tidak akan terlepas dari pengaruh interaksi dengan Negara lain, baik prinsip berupa keyakinan, agama maupun suatu hal yang sifatnya hanya sebagai pelengkap kehidupan itu sendiri. Dengan kata lain, globalisasi akan senantiasa menghasilkan akulturasi yang terlahir di tengah-tengah masyarakat terutama di Indonesia. Seperti halnya sejarah Indonesia yang menyatakan bahwa permulaan dari terbentuknya sebuah Negara Indonesia ini adalah dimulai dari adanya interaksi atau kunjungan manusia/bangsa dari Negara-negara lain. Terlepas dari berbagai macam motif dan tujuan kunjungan bangsa-bangsa tersebut, tentunya masyarakat Indonesia secara alamiahnya terbentuk  dengan berbagai macam pengaruh dari bangsa-bangsa luar tersebut, termasuk dalam prinsip berpakaian. Sebelum masyarakat Indonesia mengenal akan islam, hijab dan jilbab, mereka menjalani kehidupan sesuai dengan konsep non-islam yang mereka ketahui, seperti halnya dalam pakaian berupa hijab, wanita pada masa itu tepatnya 1400 M atau 6 abad yang lalu memang sudah mengenal pakaian penutup kepala dan itu tentunya hanya bermakna sebagai penutup kepala berupa selendang atau kain yang hanya dilampirkan diatas kepala atau bahkan mereka sanggulkan di punggung mereka. Akan tetapi, setelah bangsa Arab mengunjungi Indonesia melalui wilayah barat Nusantara dan sekitar Malaka, maka masuklah ajaran-ajaran Islam dan kebudayaannya di tengah masyarakat Indonesia, terutama dalam prinsip berpakaian pada wanita muslimah.
Pada dasarnya Islam memiliki prinsip berpakaian yang sangat detail pada wanita muslimah, dimana wanita muslimah diwajibkan untuk menggunakan hijab dengan berbagai aturan yang mengindikasikan kepada kesopanan, kerapihan, kehormatan dan ketaatan pada Alloh SWT.  Jilbab/kerudung sebagai penutup kepala merupakan salah satu bagian terpenting dalam pakaian Islam yang memiliki perintah tersendiri dalam Al-Qur’an Surat An-Nur ayat 31 :
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka …..”.
Ini merupakan perintah Alloh kepada wanita beriman untuk menggunakan kerudung (penutup kepala) dengan aturan hingga menutup dada mereka. Masih sangat banyak ayat lain dalam al-qur’an yang menyatakan perintah akan menutup aurat dengan hijab, jilbab dan kerudung.
Melalui perkembangan jaman, khususunya di Indonesia saat ini sudah menjadi suatu hal yang sangat lumrah ketika kita melihat kaum wanita siapapun, dimanapun, dan kapanpun dapat menggunakan jilbab/kerudung ini. Bahkan melalui perkembangan jaman pula, istilah jilbab/kerudung di Indonesia telah mengalami pergantian istilah menjadi “hijab”. Pada tahun 2000an ini, media elektronik telah menjadi senjata utama penyebar istilah “hijab” sebagai bagian dari pakaian penutup kepala. Hijab merupakan istilah bahasa arab yang artinya “penghalang” atau “penutup”. Biasanya yang paling umum terlihat di masjid-masjid, sebagai penghalang ataupun pembatas antara jamaah laki-laki dan perempuan. Apapun yang membatasi ataupun menutupi antara laki-laki dan perempuan maka disebut hijab. Selain itu, beberapa ulama juga menyimpulkan bahwa hijab merupakan batasan yang dibuat antara laki-laki dan perempuan, mulai dari pakaian, sikap, tingkah laku, sampai dengan pikiran. Sehingga sebenarnya, istilah hijab tidak mengacu pada salah satu jenis kelamin tertentu. Akan tetapi, perubahan makna yang berkembang di masyarakat Indonesia nampaknya telah terjadi. Hijab seringkali lebih diidentikan dengan jilbab atau kerudung. Hijab lebih mengacu pada pakaian. Selain itu, hijab juga lebih terkonstruksi menjadi sebuah jenis fashion.
Penggunaan kerudung yang merajalela sejak munculnya demam ayat-ayat cinta dan film maupun novel bernafaskan islam lainnya dan menggunakan kata “hijab” sebagai wanita pengguna kerudung, menyebabkan timbulnya pengertian baru dari istilah hijab ini. Hijab mengalami penyempitan makna. Hal ini juga terlihat terutama dalam majalah-majalah fashion hijabers maupun blog-blog hijabers yang menampilkan segudang tutorial berkerudung dan desain-desain dari hijab itu sendiri. Melalui media-media ini maka kita akan sangat mudah menemukan mayoritas wanita di Indonesia saat ini menggunakan hijab (dalam hal ini kerudung) dengan sejuta gaya dan model yang menurut mereka sesuai dengan gaya/tren yang saat ini sedang terkenal. Mereka yang beragama islam mayoritas menggunakan jilbab, terlihat jelas  di sekolah-sekolah, kampus-kampus, kantor-kantor pemerintahan bahkan di dunia entertaiment dan di tengah masyarakat kelas sosialita sekalipun. Hal ini mengakibatkan hijab bukanlah menjadi suatu barang yang khusus lagi melainkan menjadi suatu hal yang lumrah. Lalu muncul cara berjilbab (berhijab) yang mengikuti fashion. Hal ini muncul sebagai modifikasi dari cara memakai jilbab yang syar’i menurut islam atau bisa dikatakan konvensional. Para pengguna jilbab (hijab) model inilah yang menyebut dirinya sebagai Hijabers. Akibatnya, bias persepsi secara kognitif pun terjadi. Masyarakat umum lebih mengartikan hijab sebagai model jilbab yang trendi atau mengikuti gaya yang ada, tidak lagi seperti arti harfiahnya. Istilah hijab pun akhirnya menjadi semakin umum akan tetapi dengan makna yang bias dari arti sebenarnya.
Desainer-desainer hijab, hijab bloger dan public figure saat ini telah menjadi inspirator utama bagi mayoritas wanita di Indonesia dalam mengenakan hijab. Para inspirator tersebut memadu-padankan berbagai mode atau gaya fashion busana luar negeri dengan hijab di Indonesia, tentunya dari Negara Eropa yang masih menjadi trend satter fashion saat ini dan juga dari Negara Timur Tengah yang memiliki identitas budaya keislaman yang sangat kental. Walaupun tentunya juga, kita dapat mengakui bahwa Indonesia memang sangat berpotensi menjadi trend satter moslem fashion di dunia kelak pada tahun 2020 nanti sesuai dengan yang direncanakan oleh pemerintah Indonesia bersama hijabers Indonesia. Padu-padanan kreatifitas gaya hijab ini melahirkan berbagai macam bentuk dan gaya hijab yang mengalami akulturasi sehingga juga melahirkan banyak nilai yang dapat diserap oleh prespektif masing-masing. Penyerapan budaya fashion Eropa ini terlihat dari desain-desain hijab yang bermotif glamour, warna-warni, cerah dan tentunya stylish, dan Dian Pelangi adalah salah satu desainer hijab yang menerapkan gaya hijab ini. Sedangkan gaya hijab Timur Tengah yang lebih dikenal dengan karakteristik mewah, gold dan tentunya elegant ini juga banyak diserap oleh desainer Indonesia salah satunya yaitu Jenahara.
Karena sebagian besar gaya berbusana para muslimah Hijabers berkiblat dari budaya luar yang disebar oleh media elektronik dan media massa seperti sosial media atau jejaring sosial, majalah elektronik dan lain sebagainya. Atas kehendak media pula lah, gaya hijabers ini menjadi gaya nasional masa kini yang kemudian fenomena ini disebut budaya popular untuk fashion style.
Menurut Strinati (Bing Tedjo, 2007) mengemukakan bahwa budaya populer adalah budaya yang lahir atas kehendak media. Artinya, jika media mampu memproduksi sebuah bentuk budaya, maka publik akan menyerapnya dan menjadikannya sebagai sebuah bentuk kebudayaan. Populer yang dibicarakan disini tidak terlepas dari perilaku konsumsi dan determinasi media massa terhadap publik yang bertindak sebagai konsumen.
Untuk mempermudah penyebarluasan tren hijab ini, hijabers ini juga membuat sebuah komunitas-komunitas yang dinamakan Hijabers Community. Komunitas-komunitas ini melahirkan identitas sosial yang berbeda dengan pengguna hijab pada umumnya (non-komunitas). Hasil penelitian Rima Hidayati (2012) dalam Komunitas Hijabers Makassar,  Komunitas Hijabers menggambarkan identitas mereka yang ekslusif,  konsumtif dan komersial.
- Identitas yang ekslusif, karena mereka memiliki  image tersendiri serta berupaya membentuk keunikan mereka dengan gaya hidup, penggunaan bahasa, tempat pilihan serta kegiatan rutin tertentu.
Identiitas konsumtif, karena kebiasaan pilihan-pilihan tempat berkumpul serta bersantai mereka adalah tempat untuk kalangan menengah keatas yang arti tempat dimana segala barang atau makanan yang dijajakan tidaklah murah.
- Identitas komersial, dikarenakan program-program komunitas ini dianggap mengesampingkan sisi religiutas agama dengan menggelar event bergengsi seperti fashion show untuk wanita berjilbab, kegiatan show off  bukanlah yang bukan dilandasi nilai religius. Secara ekonomi, untuk menjadi anggota yang aktif dan mengikuti program komunitas Hijabers tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Dengan ketiga identitas ini cukup menggolongkan komunitas hijabers ini secara sendirinya termasuk dalam kelas sosial yang tinggi dan memiliki status sosial tersendiri. Sosiolog Prancis Pierre Bourdieu (Gidden, 2005) melihat kelompok kelas dapat diidentifikasi menurut tingkat mereka bervariasi dari modal budaya dan ekonomi. Ia menilai bahwa individu saat ini tidak lagi membedakan diri menurut faktor ekonomi saja akan tetapi juga menurut selera budaya dan perburuan kesenangan. Bagi Giddens, hal ini ada kaitannya dengan faktor-faktor budaya seperti pola gaya hidup dan konsumsi. Identitas individu disusun untuk tingkat yang lebih besar sekitar pilihan gaya hidup - seperti cara berpakaian, cara makan, cara merawat tubuh seseorang, tempat untuk bersantai - dan kurang lebih sekitar indikator kelas tradisional seperti pekerjaan.
Stratifikasi dalam kelas atau antar kelas tidak lagi tergantung hanya pada perbedaan ekonomi akan tetapi juga cenderung terletak pada perbedaan dalam konsumsi dan gaya hidup. Hal ini didasarkan pada tren dalam masyarakat secara keseluruhan. Ekspansi yang cepat dari ekonomi jasa dan industri hiburan dan rekreasi, misalnya mencerminkan peningkatan penekanan pada konsumsi di negara-negara industri. Masyarakat modern telah menjadi masyarakat konsumen, yang sengaja diarahkan untuk perolehan barang material.
Dengan adanya status sosial yang tertera pada hijabers inilah yang membuat banyak wanita di Indonesia berusaha untuk mencapai lingkungan tersebut dengan menggunakan hijab sebagai “alat” kunci masuk strata sosial tersebut. Saat ini, bisa kita temukan dengan mudah siswi-siswi sekolah, mahasiswi-mahasiswi, dan wanita muslimah di Indonesia yang banyak merelakan uangnya untuk mereka belikan berbagai macam hijab yang motif dan gayanya sudah tak terhitung lagi kreatifnya. Muslimah-muslimah ini mencoba mempercantik penampilannya dengan pakaiannya sehingga dapat dinilai sebagai “hijabers” oleh lingkungan mereka dan juga hanya sekedar untuk mendapatkan kesan stylish/fashionable sesuai fenomena hijabers yang mereka lihat dari media-media elektronik.
Upaya menaikkan strata sosial secara naluriah ini memang tidak nampak pada kasat mata ummu di kalangan masyarakat, karena usaha menaikkan strata sosial merupakan aktifitas individu yang sifatnya akan langsung berhubungan dengan niat manusia tersebut. Oleh karena itu, eksistensi dan komitmen penggunaan hijab akan selalu terikat dengan hati para penggunanya, karena setiap hijaber pada dasarnya pasti mengetahui apa alasan/motif ia menggunakan hijab tersebut. Yang menjadi pertanyaan dunia adalah, apakah kelak ketika hijab fashion di dunia telah mengalami masa redup dan jatuh pada kelunturan strata sosial, wanita di dunia khususnya muslimah di Indonesia masih akan mengejar tren hijab dan mengenakan hijab dalam kehidupan mereka?. Jawaban dari pertanyaan ini hanya waktu yang akan membuktikannya kelak.
Pada akhirnya, tren fashion busana memang tidak bisa manusia hindari, akan tetapi keyakinan akan prinsip hidup-pun adalah kunci utama tujuan hidup manusia sehingga dalam setiap sikap yang manusia ambil di kehidupannya pastinya harus berdasarkan prinsip keyakinan manusia tersebut, dalam hal ini hijab sebagai pakaian dan islam adalah agama yang sempurna telah memiliki petunjuk yang sangat jelas dan tepat mengenai hijab (kerudung) dan cara penggunaannya.
Upaya meningkatkan status strata sosial oleh konsumen media yang mayoritas merupakan generasi muda saat ini juga mengakibatkan terjadinya degradasi keimanan dan mengikisnya nilai syari’at pada konsep hijab wanita muslimah. Tentunya hal ini menggambarkan fenomena miris dalam hal konsistensi syari’at islam yang dialami oleh kaum muslim khususnya di Indonesia.
Sebagai genarasi muslim yang berstatus akademis intelektual, selayaknya kita dapat secara perlahan turut memperbaiki dan menata kembali paradigma masyarakat mengenai konsepsi hijab yang sebenarnya sesuai dengan ajaran Islam. Usaha ini dapat dilakukan dengan menyebarluaskan konsep hijab syar’i melalui teknik entrepreneur dengan menggunakan semua media sebagai alat utama dan menjadikan konsep hijab syari menjadi budaya popular dan dapat di terima oleh masyarakat khususnya wanita Muslimah di Indonesia.













REFERENSI ESSAY

-          Hardiyanti, Rima. (2012) THE COMMUNITY OF CONTEMPORARY VEIL “HIJABERS” IN MAKASSAR CITY. Universitas Hasanudin; Makasar .





Minggu, 25 Mei 2014

Move On; Kisah Tentang Pria di Masa Lalu

   
Aku akan menceritakan tentang seorang pria yang untuk pertama dan terakhir kalinya berhasil menaklukkan hatiku sebelum kelak atau nanti aku menikah dengan pria lain. Namanya Yosef Maulana. Empat tahun lalu awal aku bertemu dengannya di sebuah pesantren atau lembaga pendidikan islam. Ia memiliki perangai yang gagah, banyak disenangi oleh teman-temanku. Penampilannya yang selalu memperhatikan gaya dan style membuat ia terkesan bukan seperti santri. Wajahnya tidak terlalu tampan tapi menarik bagi wanita, sikapnya yang terkesan so` atau cuek, sombong dan dingin membuat banyak wanita penasaran terhadap dirinya. Tapi sebenarnya, ia juga seperti anak kecil yang tidak dewasa dan masih labil, ia juga tak pernah terlihat serius bahkan ia terkesan mudah mengucapkan janji-janji pada wanita. Ia pun terlihat sering menganggap remeh hal apapun termasuk dalam perihal hati, ia benar-benar seperti anak berumur 5 tahun walaupun saat itu ia berumur 15 tahun.
            Dan sekarang, saat ia beranjak dewasa dan berumur 19 tahun, ia mengalami beberapa perubahan. Ia menjadi seorang Ustadz atau pengajar santri yang cukup disegani dan tetap disenangi oleh banyak orang. Sekarang ia lebih dikenal dengan nama Abdulloh Affan. Dengan sikapnya yang sudah terlihat serius walau dibumbui dengan candaan dan tawaan ia dapat bertindak sebagai seorang pengajar. Wajahnyapun tidak berbeda jauh dari empat tahun yang lalu, biasa tapi dapat menarik wanita yang telah berhadapan dengannya. Sifatnyapun masih sedikit belum berubah, mudah bersikap ramah pada setiap wanita walau masih tetap ada yang tersisa dari sifatnya yang gengsi dan jaga image. Ia memiliki kelebihan yang yang dibutuhkan oleh lembaga pendidikan islam, ia memilikin ilmu yang tak diragukan, iapun memiliki suara yang indah ketika ia membaca Al-Qur`an, sehingga ia begitu disayangkan oleh lemabaga pesantren.
            Aku mengenalnya sebagai seorang pria yang mencintaiku dengan tulus tapi ia tak dapat bersikap tegas dan tegar. Ia akan menjadi lemah jika ia dihadapkan oleh hati wanita. Ia masih seperti kebanyakan pria yang belum dapat konsisten pada hati, walau ia memiliki tekad yang kuat untuk menjaga hati, tapi ia tetap seorang pria yang lemah.


#MasaLalu^^

Note; "Nostalgia UN SMA"



Ikhtiar Do’a dan Tawakal

Ujian nasional lambang mata, sub !!!
Adalah suara gemuruh dag, dig, dug  itu bergendang ria di hati kita?
Atau bahkan desus “was-was” itu menghantui kita?
Ck…ck…ck…
Sekarang bukan zamannya lagi, di abad ini, hantu pesimis masih mengincar para pelajar. Kita sebagai pelajar Muslim punya tips mujarab yang spesial dan Insya Allah akan menjamin kelulusan kita, karena pada dasarnya keberhasilan dan kelulusan itu kembali pada bagaimana hubungan kita dengan Sang Pemilik Ilmu, Allah SWT.
Jadi, Insya Allah Nie Sob, kalau kita dekat dan punya hubungan spesial dengan Allah, maka kita pasti bisa dapatkan kesuksesab dunia dan Insya Allah akhirat juga. Dan sebenarnya, tunai keberhasilan itu ada pada diri kita sendiri, dan dengan 3 tips spesial yang harus kita lakukan ;
·         Yang pertama : IKHTIAR
Ikhtiar adalah pencarian atau usaha, dimana ketika seseorang menginginkan suatu hal, maka kita akan melakukan sebuah usaha atau tindakan untuk melakukan.
Suatu usaha akan menghasilkan hasil yang memuaskan ketika usahanya tersebut dilakukan secara maximal. Tapi tidak hanya maximal, menurut hawa nafsu, melainkan maximal menurut kadar dari suatu hal yang kita impikan.
Beberapa usaha-usaha yang harus kita lakukan untuk mencapai kelulusan adalah :
-          Belajar semaksimal mungkin hingga semua materi yang akan diujikan kita pelajari dan kuasai.
-          Mengisi waktu seefisien mungkin dengan belajar dan menghindari hak-hal yang tidak bermanfaat.
-          Mendekatkan diri kepada Allah dan menghindari perbuatan-perbuatan yang menambah dosa.
Jika kita mampu belajar malam hingga jam 22.00, maka lakukanlah ! Setelah itu, sob bisa menggunakan waktu di atas jam 22.00 untuk beristirahat mempersiapkan energi dan tenaga untuk belajar di keesokan harinya.

·         Kemudian tips kedua adalah  DOA
Usaha tanpa doa merupakan hal yang sia-sia. Do’a tanpa didukung dengan usaha juga tidak akan menghasikan yang sempurna. Karena sejatinya, segala macam keinginan kita adalah milik-Nya, maka Ia akan memberikan apa yang kita inginkan. Kita menginginkan kelulusan, dan kelulusan adalah milik Alloh SWT. Ibarat anak kecil yang meminta uang kepada ibunya, maka anak kecil itu akan merengek meminta belas kasih ibunya agar ia diberikan uang jajan. Begitulah kita sebagai manusia yang sedang mengginginkan kelulusan, maka kita juga akan merengek meminta kepada Sang Pemilik Kesuksesan, Alloh SWT. Kita harus dapat merayu-Nya agar Ia memberikan apa yang kita inginkan, tentunya dengan rayuan yang diiringi dengan teaqwaan.
Ada beberapa moment yang sangat cocok sekali untuk kita memanjatkan doa yaitu ketika :
-          Ba’da shalat tahajud di sepertiga malam
-          Doa setelah shalat wajib
-          Antara adzan dan iqomah
yang Isya Allah pada moment-moment ini doa kita akan mustajab dengan syarat kita harus menyertai doa dengan usaha/ikhtiar dan ketaqwaan kita terhadap Pemilik Kesuksesan.
·         Dan tips yang ketiga adalah Tawakal
Ini adalah tahap akhir yang harus kita lakukan. Karena semua akan kembali kepada kehendak Alloh. Tawakal ini adalah berserah diri atas segala sesuatu yang telah Allah rencanakan, dan perlu kita tanamkan pada diri kita sikap khusnudzon terhadap rencana Alloh, karena semua rencana Alloh itu indah dan terbaik untuk kita.
Setelah ikhtiar dan do’a, kita lakukan, tinggalah kepasrahan kepada Alloh yang harus kita tanamkan. Apapun yang Alloh berikan nantinya dari hasil ikhtiyar dan do’a kita, itu adalah yang terbaik untuk kita. Itulah yang perlu kita yakini.
Dan ingatlah sob, Alloh akan memberikan kesuksesan tergantung dari usaha kita. So..yang perlu kita lakukan adalah berusaha belajar…belajar…belajar lalu do’a meminta yang terbaik dan tawakal terhadap apa yang akan Alloh berikan pada kita nantinya.
Terakhir sob, luruskan niat hanya untuk mencari ridho Alloh mardhotillah dan yakin bahwa setiap rencana Alloh untuk kita, itulah yang terbaik !!


Aminah Islamiyah
SMA Islam Ibnu Sina

POEM 

PASRAH

Bersandar pada dinding ketegaran
Meluluhkan segala daya menjadi
pasrah….
Merajuk kembali menuju cahaya
Lepaskan seluruh paksa pelecut
jiwa….
Karena mutiara azzam ada yang berkuasa
Lalu apa wilayah seorang hamba
selain berserah….
Ketahuilah…
Bahwa dalam serah ada keajaiban
Membuat rekahan pada jiwa
Hingga terpanjat syukur
bahwa inilah anugrah pasrah…



Aminah Islamiyah
SMA Islam Ibnu Sina 


Jumat, 23 Mei 2014

Note; Berani Menang & Siap Kalah

                                                                                                  

Berani Menang & Siap Kalah

Bayangkan, saat ini engkau duduk manis di dalam kelas untuk menghadapi ujian. Engkau duduk paling depan. Tepat di depan meja pengawas. Pengawas yang super galak. Jangankan ketahuan menyontek, mau menengok ke kanan ke kiri seperti salam shalat ataupun mengambil ballpoint jatuh sudah di pelototi. Suasana hening. Teman-temanmu juga merasakan hal yang sama. Ujian hari ini benar-benar melatih kejujuran. Pasalnya sebelum ujian berlangsung, semua tas, buku dan, catatan di kumpulkan di depan ruangan. Tak lupa pengawas dengan kumis melintang dan dengan suara yang menggelegar berkata, " Saya tidak bisa mengawasi kalian dengan sempurna, Tapi ingat, Alloh melihat kalian. Camkan itu !!".
Bagi yang terbiasa jujur, senang rasanya. Pasti lebih plong karena tidak akan menemui gangguan kanan kiri ataupun lemparan kertas dari depan dan belakang. Semua fokus pada pekerjaan masing-masing. Bagi yang terbiasa contek sana contek sini, pasti akan kelimpungan, gemetaran, keringatpun bercucuran.
Sebelum engkau panas dingi, cepat sadarkan diri. Itu tadi hanya ilustrasi seputar ujia. Silahkan cuci muka bagi yang baru bangun atau yang sudah terkantuk-kantuk, karena sebentar lagi kita akan mlanglangbuana.
Pertama kali kita menuju ke medan Badar. Pasukan muslim sudah bersiaga. Sekitar 300-an manusia pilihan yang bermodal semangat dan keyakinan sudah menempati posisiny. Di hadapan mereka sudah menungu 1000 serdadu Quraisy yang siap melumat habis. Tampillah Sang komandan agung –Rosululloh Saw- memanjatkan doanya. Pasukan malaikat turun dari langit dan menghambur. Pasukan muslimpun menuai kemenangan gemilang. Ujian berujung kegembiraan.
Sekarang kita menuju medan berikutnya, perang Uhud. Pada awalnya kemenangan diraih oleh pasukan muslim. Namun kemudian pukulan telak pasukan Kholid Bin Walid mampu embalik keadaan, lantaran pasukan pemanah muslim meninggalkan posnya. Pasukan muslimpun kocar-kacir. Beberapa Sahabat terbaik gugur menjadi syuhada. Termasuk singa Alloh –Hamzah- dan duta Rosululloh Saw –Mushab-. Rosululloh Saw juga tanggal gigi serinya terkena lemparan tombak. Itulah ujian Ujian berhasil di kerjakan, namun berujung kesedihan.

Ujian akan senantiasa berimplikasi positif. Ujian Badar ataupun Uhud keduanya mengandung pelajaran berharga. Bagi yang selamat, ada pahala jihad. Bagi yang gugur, ada pahala syahid. Pun bila engkau sedang menghadapi ujian. Entah ujian di kampus maupun ujian hidup. Berhasil atau gagal, mendapat pahala sabar. Ibarat pertandingan: Berani menang & Siap Kalah !!.

Psikology; Who Am I ???


CS Perfectionist

Karakterstik grafik

Grafik perfectionist adalah C/S, yang dicirikan dengan baik sifat ’’C’’ dan ’’S’’ ditampilkan diatas garis tengah, sementara baik sifat ’’D’’ dan’’I’’ tetap berada dibawah garis tengah. Karakteristik ’’C’’ yang lebih tinggi akan membuat perfectionist pandangan yang bsrorientasi pada detil dan atau prosedur berbeda dari S/C–Diplomat-.


Grafik:

orang yang termasuk Perfectionist menampilkan suatu sifat yang tepat, detil dan stabil. Mareka adalah pemikir sistematis yang cenderung mengikuti prosedur, baik dalam kehidupan pribadi maupun bisnis. Mereka bertindak dengan gaya yang sangat bijaksana dan diplomatis, dan secara sadar jarang berlawanan dengan rekan kerja mereka, serta berupaya menghindari konflik. Karena sangat teliti, mereka dengan sungguh-sungguh menuntut akurasi dalam bekerja dan mempertahankan standar yang tinggi. Perfectionist menyukai lingkungan yang terlindung yang aman dengan peraturan dan regulasi yang berlaku dan tidak menyukai perubahan yang seketika. Mereka menyukai orang, tetapi lebih menyukai hanya memiliki sedikit sahabat dekat. Ketetapan merupakan bagian dari esensi perfectionist, dan kritik [ketakutan terbesar mereka] disamakan dengan kegagalan.


Mereka dapat diandalkan untuk melaksanakan tugas dengan benar. Mereka menginginkan fakta dan angka sebelum membuat keputusan, dan merasa gelisah ketika  dipaksa memutuskan sesuatu dengan cepat. Prakiraan dan keamanam merupakan tujuan terbesar untuk seorang perfectionist. Hal ini terjadi dalam semua aspek kehidupan seorang perfectionist; semakin stabil lingkungannya, semakin bahagia mereka.


CS Perfectionist

Motifator
  • Penghargaan akan loyalitas dan dapat diandalkan
  • Persetujuan akan kwalitas kerja mereka yang tinggi
  • Keteraturan dan keterlibatan
  • Kegiatan yang dapat di mulai dari awal sampai akhir.


Demotifator
  • Dikritik, khususnya oleh orang terdekat

Possible weakness
  • Menolak perubahan
  • Perlu waktu lama untuk menyesuikan perubahan
  • Pendendam ; sensitif pada kritik
  • Sering menggunakan pendekatan tradisional dalam menyelesaikan masalah

Preferred environment
  • Sistem dan prosedur yang praktiis
  • Stabilitas
  • Tugas dapat diselesaikan satu per satu
  • Rapi dan teratur
  • Lingkungan yang bersahabat



 "Dan ini benar-benar 99,99%  I AM^^"


Essay; INTELEKTUALISASI BAHASA ARAB SEBAGAI SENJATA DIPLOMASI INDONESIA - TIMUR TENGAH



INTELEKTUALISASI  BAHASA  ARAB  SEBAGAI  SENJATA  DIPLOMASI
INDONESIA - TIMUR TENGAH
Oleh
Aminah Islamiyah
Sastra Arab Universitas Padjadjaran

Eksistensi bahasa arab di mata dunia pada dasarnya sudah tidak dapat diragukan lagi saat ini. Jika kita hendak flashback, mendunia-nya bahasa arab sudah terjadi dari masa kepemimpinan khilafah bani Abbasiyah dahulu disertai dengan berkembangnya agama Islam ke wilayah Eropa. Bahasa arab-pun menjadi bahasa peradaban yang ditandai dengan diterjemahkannya berbagai  buku Yunani dan Persia ke dalam bahasa arab. Dan puncak kejayaannya adalah pada masa – masa dimana mayoritas cabang semua  ilmu terlahir dari ilmuwan – ilmuwan arab, disinilah bahasa arab tertuntut dipelajari oleh banyak manusia dari luar Negara Arab.
Dalam perjalanan perkembangannya, bahasa arab juga dianggap pernah mengalami kemerosotan. Masa kemerosotan ini tidak terlepas dari perjalanan berkembangnya peradaban agama islam di dunia. Setelah masa khilafah Turki Usmani runtuh, bangsa Arab banyak dimasuki oleh orang – orang Barat dan secara perlahan mulailah terjadi pengikisan bahasa arab baku menjadi bahasa arab dialek yang saat ini kita juga dapat menemukan di berbagai belahan Negara – Negara arab. Jatuhnya peradaban islam saat itu cukup menjadi pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan bahasa arab yang akhirnya melahirkan bahasa “gaul” di Negara – Negara Timur Tengah. Bersyukurnya, tersandungnya peradaban bahasa arab ini tidak sampai pada jatuh yang tak bisa bangkit kembali, selain karena telah dijamin oleh Alloh SWT atas keabadian bahasa arab dalam Al-Qur’an, maka saat ini kita dapat menyaksikan eksistensi bahasa arab yang tak pernah mati. Selain digunakan sebagai salah satu bahasa pengantar PBB, bahasa arab juga banyak dipelajari “kembali” oleh banyak masyarakat di luar Negara Timur Tengah. Ke-eksistensi-an ini sudah menjadi rahasia umum di dunia, 99,99 % Negara pemasok minyak di dunia adalah Negara – Negara Timur Tengah , selayaknya kita sebagai mahasiswa yang tidak hanya  mempelajari tentang bahasa arab tapi juga mengenai profil negara – negara tersebut  harus mengetahui poin – poin ke-eksistensi-an bahasa arab di mata dunia.
Dalam hal perkembangan situasi ekonomi dunia, bahasa arab memiliki peran dan porsi yang sangat penting, hal itu ditunjukkan dengan semakin berperannya Negara –negara Timur Tengah yang notabene berbahasa arab dalam keterlibatannya sebagai jantung ekonomi dunia. Keadaan ini melahirkan tuntutan Negara kita Indonesia untuk dapat ikut berperan dan menjalin hubungan diplomasi dengan negara – negara Timur Tengah, terutama penekanan dalam hubungan diplomasi. Pada dasarnya hubungan Negara Indonesia yang sama – sama notabene beraga muslim cukup dan seharusnya menjadi factor penting untuk Negara – Negara Timur Tengah agar lebih “mujur” menjalin hubungan diplomasi dengan Negara kita. Akan tetapi, menurut data terkini masih ada pendapat yang menyatakan bahwa kepercayaan Negara – Negara Timur Tengah terhadap negara Indonesia kita “kalah kepercayaan” dengan Negara tetangga, Malaysia. Kalah kepercayaan ini dinilai dari para investor – investor Timur Tengah yang lebih banyak memilih untuk menginvestasikan bisnisnya di Negara tetangga kita tersebut. Mengapa hal ini bisa terjadi dan mengapa sampai bisa terjadi dengan mempertimbangkan pada dasarnya kita memiliki hubungan awal yang baik dengan negara Timur Tengah. Ini semua kembali kepada eksistensi identitas Negara Indonesia kita, apakah Negara kita adalah Negara islam yang pastinya berhubungan dekat denga bahasa arab ? ataukah Negara kita adalah negara demokrasi yang tidak mengkhususkan kepada identitas agama yang berkaitan dengan bahasa arab.
Terlepas dari identitas Negara Indonesia dan semua perihalnya, saat ini Negara kita sedang sangat berpotensi untuk menjalin kerjasama dan diplomasi dengan Negara –negara Timur Tengah. Potensi ini didukung dengan image Negara yang mayoritas masyarakatnya beragama islam dan juga pembelajaran bahasa arab yang sudah sangat digandrungi oleh hampir 80% pelajar di Indonesia. Oleh karena itu, factor penguasaan bahasa arab sebagai  salah satu senjata atau alat penarik simpati Negara Timur Tengah sangatlah penting dan sangat perlu di terapkan. Pelajar – pelajar yang berstatus santri di Indonesia sendiri sudah tidak diragukan lagi kualitas dan kuantitasnya. Berdasarkan data terakhir Departemen Agama Indonesia menyatakan bahwa data lembaga pendidikan pesantren yang terdaftar berjumlah 27.500 sekian. Ini membuktikan bahwa Indonesia sangat potensial mengenai sumber daya manusia yang mahir akan ilmu serta pelafalan bahasa arab. Dan hal ini cukup menjadi factor penting untuk menunjang ketertarikan Negara – Negara Timur Tengah terhadap Indonesia terutama dalam bidang diplomasi dan kerjasama. Oleh karena itu, perlu penyaluran dan pendayagunaan secara optimal dari SDM-SDM santri  yang ada di Indonesia ini untuk  dapat menjadi senjata – senjata diplomasi bagi Negara – Negara Timur Tengah.
Sayangnya, berlimpahnya sumber daya manusia  para pelajar yang ahli dalam pelafalan bahasa arab dan para pelajar yang khususnya belajar bahasa arab dengan metode penerapan bahasa  dalam keseharian di asrama, seakan – akan tidak nampak dalam jajaran  diplomasi dan tidak berperan penting dalam usaha penarikan investor investor asing dari Negara Timur Tengah. Ini juga mengakibatkan lemahnya diplomasi Negara kita dengan Negara Timur tengah dan juga mengakibatkan lemahnya identitas eksistensi warga mayoritas muslim Indonesia.
Hal yang sudah menjadi lumrah ketika para orang tua yang menginginkan anak – anaknya untuk belajar bahasa asing adalah untuk kemajuan dan ketidaktertinggalan anak – anak mereka atas globalisasi bahasa. Ini juga terjadi bagi orang tua yang menginginkan anak – anaknya untuk lebih mempelajari bahasa arab, akan tetapi menurut hasil survei yang dilakukan secara sederhana, banyak dari orang tua yang menginginkan agar anak –anaknya lebih berkualitas dalam hal agama atau menginginkan anak – anak mereka untuk dapat mendalami ajaran agama secara detail. Ini adalah factor dari paradigma masyarakat Indonesia pada umumnya yang belum bisa dapat menerima dan tepatnya belum tau bahwa eksistensi bahasa arab bisa dan bahkan lebih bisa membumi dibandingkan dengan bahasa asing  lainnya terutama bahasa Inggris. Selain paradigma ini, pengenalan dan penyebaran bahasa arab di Indonesia sendiripun masih minim, padahal kita memiliki puluhan ribu SDM yang berkualitas dalam bidang pelafalan bahasa arab. Hal ini cukup menjadi polemik miris di Negara yang memiliki banyak sumber daya pelafal bahasa arab yang mahir akan tetapi sumber daya para pelajar tersebut tidak didaya fungsikan sebagai senjata diplomatis bagi pemerintah Indonesia. Pembentukan senjata diplomatis ini juga memerlukan dukungan besar dari pemerintah kita sendiri baik dalam bentuk pengakuan untuk para pelajar pesantren dimata pemerintahan Indonesia ataupun dalam bentuk maksimalisasi potensi pelafalan bahasa arab oleh mahasiswa – mahasiswa perguruan tinggi negeri yang juga mempelajari bahasa arab.
Hal terpenting dalam pembentukan senjata diplomatis ini adalah peran mahasiswa –mahasiswa terutama pelajar – pelajar santri yang harus lebih meng-intelektualisasikan pembumian bahasa arab minimal sampai masyarakat Indonesia sendiri mengakui bahwa bahasa arab juga memiliki kredibilitas yang tinggi. Intelektualisasi ini juga perlu dukungan dari pemerintah Negara kita, karena dalam proses intelektualisas kita perlu memasuki dunia teknologi, pendidikan, ekonomi dan seluruh aspek kenegaraan dimana semua aspek tersebut dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sendiri. Tidak lupa yang lebih penting adalah, optimalisasi pendayagunaan sumber daya pelajar santri yang kita miliki untuk lebih disalurkan di dunia perpolitikan dan diplomasi Indonesia terutama saat ini dengan Negara Timur Tengah yang sedang menjadi sorotan dunia baik dalam hal ekonomi maupun politik. Optimalisasi ini digandengkan dengan intelektualisasi bagi sumber daya – sumber daya pelajar terutama santri yang mempelajari bahasa arab di Negara Indonesia.